Rabu, 07 September 2011
Rumah Aqiqah Al-An'am: Empat puluh hari Almh.Hj. Fachrunnisa Rangkuti” Bi...
Selasa, 01 Desember 2009
Sejarah Kurban
Sejarah Kurban
By Mumtaz Annisa
Kelas IV B
MI Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sejarah Kurban
Ibadah kurban memiliki sejarah yang begitu panjang. Allah SWT telah memerintahkan ibadah kurban kepada umat manusia, sejak zaman Nabi Adam AS. Perintah kurban mulai diperintahkan kepada dua putra Nabi Adam AS, yakni Habil yang berprofesi sebagai petani dan Qabil seorang peternak. Keduanya diminta untuk berkurban dengan harta terbaik yang mereka miliki.
Peristiwa kurban dua anak manusia itu dikisahkan dalam Alquran surat al-Maaidah ayat 27. Allah SWT berfirman, ''Dan ceritakanlah (Muhammad) kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.'' Seiring bergulirnya zaman, perintah berkurban juga diterima Nabi Ibrahim AS. Setelah melalui penantian yang begitu lama, Ibrahim akhirnya dikaruniai seorang putra bernama Ismail, dari istrinya bernama Siti Hajar. Ia pun begitu gembira dan bahagia. Kebahagiaannya memiliki seorang putra, kemudian diuji oleh Allah SWT.
Saat berusia 100 tahun, datanglah sebuah perintah Allah SWT kepadanya melalui sebuah mimpi. ''...Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu..?'' (QS: as-Saffat:102). Dengan penuh keikhlasan, Ismail pun menjawab, ''...Wahai Ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepada mu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.'' (QS:as-Saffat:102).
Kemudian, Nabi Ibrahim AS membawa Ismail ke suatu tempat yang sepi di Mina. Ismail pun mengajukan tiga syarat kepada sang ayah sebelum menyembelihnya. Pertama, sebelum menyembelih hendaknya Nabi Ibrahim AS menajamkan pisaunya. Kedua, ketika disembelih, muka Ismail harus ditutup agar tak timbul rasa ragu dalam hatinya. Ketiga, jika penyembelihan telah selesai, pakaiannya yang berlumur darah dibawa kepada ibunya, sebagai saksi kurban telah dilaksanakan.
''Maka tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Lalu Kami panggil dia, 'Wahai Ibrahim!' sesunggu engkau telah membenarkan mimpi itu...'' (QS: as-Saffat ayat 103-104). Ketika pisau telah diarahkan ke arah leher Ismail, lalu Allah SWT menggantikannya dengan seekor domba yang besar.
''Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.'' Atas pengorbanan Ibrahim AS itu, Allah SWT berfirman, ''Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Selamat sejahtera bagi Ibrahim. Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.'' (QS: as-Saffat:108-109).
Peristiwa kurban itu, kemudian diperintahkan Sang Khalik kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya melalui surat al-Kautsar ayat 1-3: ''Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.''
Ibadah kurban pun menjadi salah satu unsur syariat Islam, yang dilaksanakan oleh umat Muslim yang mampu pada setiap Hari Raya Idul Adha dan tiga hari setelahnya (hari tasyrik). Sewaktu haji wada, Rasulullah SAW telah berkurban dan para sahabat juga menyembelih kurban.
Lalu apa makna dari perintah berkurban? Melaksanakan ibadah kurban tidak semata-mata ibadah yang berhubungan dengan Sang Pencipta, namun lebih bermakna sosial. Inti pesan ibadah kurban adalah solidaritas, kepedulian kepada orang yang membutuhkan. ''Hanya sedikit dari orang banyak yang sadar. Hanya sedikit dari orang yang sadar itu yang mau berjuang. Dan hanya sedikit dari yang berjuang itu yang mau berkurban.
Bukti keimanan seorang Muslim adalah kerelaan untuk berkurban. ''Apa yang ia kurban untuk Allah SWT, demikianlah keimanannya sesungguhnya. Allah SWT mengingatkan umat Islam untuk menafkahkan dari sebagian hartanya yang baik-baik.,'' paparnya. Ia lalu membacakan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 267: ''Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah), sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk, lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.''
Pengorbanan sesungguhnya bukan hanya harta benda, melainkan juga jiwa, raga, hati dan pikiran yang semata-mata lillahi, karena Allah semata. Seorang yang beriman, kata dia, akan memberikan sesuatu yang paling dicintainya kepada Allah SWT, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim AS.
''Bagi Nabi Ibrahim AS, sesuatu yang paling dicintainya adalah putranya Ismail yang sudah sangat lama dinanti-nantinya. Bagi gambaran masyarakat sekarang, tentunya sesuatu yang paling dicintai itu bisa berbentuk deposito, jabatan, pangkat dan sebagainya. Allah SWT mengabadikan pengorbanan mulia Nabi Ibrahim AS dalam kitab suci Alquran.
Makna Kurban
Menurut para ahli hukum Islam, hukum ibadah kurban adalah sunnah muakkadah. Artinya amat dianjurkan bagi orang Muslim yang mampu. Mampu di sini, tidak identik dengan kaya. Menurut madzhab Syafi'i, bila seorang masih mempunyai sejumlah uang di luar kebutuhan dan biaya hidupnya pada hari raya dan tiga hari berikutnya (Ayam al-Tsyriq), maka telah berlaku baginya anjuran berkurban. (Al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala al-Madzahib al-Arba'ah, 1/716. Ibadah ini mulai diperintahkan oleh Allah swt pada tahun kedua Hijrah, bersamaan dengan perintah salat hari raya, zakat mal, dan zakat fitrah.
Rasulullah SAW sendiri, seperti disebut dalam banyak hadis, melaksanakan ibadah kurban dengan menyembelih dua ekor kambing. (H.R. Bukhari). Beliau menyembelih sendiri kurbannya itu dengan membaca Basmalah dan Takbir, sambil berkata, ''Hadza 'Anni wa 'Amman Lam Yudhahhi min Ummati (Kurban ini dari-ku (Muhammad saw) dan dari orang yang tak mampu berkurban dari ummat-ku). (H.R. Abu Daud). Ibadah kurban, seperti halnya ibadah haji, bersifat simbolik. Di dalamnya, terkandung beberapa makna spiritual yang amat dalam.
Pertama, ia merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah swt. Sebagai ungkapan syukur, maka bacaan takbir ketika menyembelih hewan kurban itu, tulis pakar tafsir Abdullah Yusuf Ali, justru lebih penting dari pada penyembelihan kurban itu sendiri. (The Holy Qur'an: Translation and Commentary, No.2810).
Kedua, kurban adalah ungkapan cinta kasih dan simpatik kepada kaum lemah. Dikatakan demikian, karena ibadah kurban tak sama dengan upacara persembahan dalam agama-agama lain. Hewan kurban tidak dibuang di altar pemujaan dan tidak pula dihanyutkan di air sungai. Daging kurban itu justru untuk dinikmati oleh pelaku ibadah kurban itu sendiri dan orang-orang miskin di sekitarnya. Allah berpesan, ''Lalu makanlah sebagian dari dagingnya dan beri makanlah (dengan bagian yang lainnya) orang fakir yang sengsara.'' (al-Haj, 28).
Ketiga, kurban adalah simbol dari kesediaan kita untuk melawan dan mengenyahkan segala sesuatu yang akan menjauhkan diri kita dari jalan Allah swt. Sesuatu itu, bisa berupa harta dan kekayaan kita, kedudukan dan pekerjaan kita, atau apa saja yang membuat kita tak sanggup berkata benar. Karena itu, kurban dapat pula disebut sebagai simbol dari kemenangan kita melawan hawa nafsu kita sendiri. Dari sini kita dapat memahami bahwa ibadah kurban pada hakikatnya adalah komitmen kita untuk senantiasa menuhankan Allah, bukan menuhankan hawa nafsu kita sendiri, serta kesediaan kita untuk berbagai rasa dengan sesama manusia, terutama kaum lemah. Komitmen inilah yang akan membawa kita meraih perkenan dari ridha Allah, bukan darah dan daging kurban itu sendiri. Allah berfirman. ''Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaanmulah yang dapat mencapainya. (Al-Haj, 37).
Daftar Pustaka
Al Qur'an.
Zuhri, Damanhuri. Memaknai Sejarah Kurban. 1980.
http://www.republika.co.id/koran/0/91980/Memaknai_Sejarah_Kurban. Diakses tanggal 1 Desember 2009